Minggu malam (24/11/2024), saya terbangun dari mimpi dengan rasa haru yang sukar dijelaskan. Dalam tidur, seolah waktu berputar mundur, membawa saya kembali ke masa-masa SMU. Saya masih ingat jelas suasana mimpi itu: saya sedang mengganggu adik bungsu saya hingga tangisnya pecah. Kekacauan kecil akibat tangisnya itu membuat Ayah naik pitam.
Ayah, dengan langkah tegas dan sorot mata yang tak pernah meleset dari ketegasan seorang ayah, mengusir saya keluar. Tidak ada teriakan atau amarah yang meledak-ledak. Hanya sebilah kain yang digenggamnya, diayunkan pelan ke tubuh saya, seolah cukup untuk menyampaikan pesan: Pergilah. Dan saya pergi.