Dina tak pernah menyangka, pernikahannya dengan Dani yang penuh kebahagiaan akan berujung di pengadilan agama. Suaminya yang penuh kasih kini berada di sisi yang berseberangan, membawa sebuah permohonan izin poligami yang begitu menyesakkan hatinya. Dani, yang pernah berjanji setia, kini bersikeras untuk menikah lagi dengan alasan bahwa ia ingin menambah keturunan.
Irfan Fahmi Law | Belajar Mencerna Hukum | Belajar Membela | Belajar Merekam Jejak Langkah dan Hirupan Napas
Tampilkan postingan dengan label Praktik Advokat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Praktik Advokat. Tampilkan semua postingan
Rabu, 12 Juni 2024
Kamis, 24 September 2015
Selamat Jalan Maha Mentor Para Pembela
Di ruang sidang yang penuh hiruk-pikuk, seorang pembela sepuh berdiri dengan tegap. Usianya tak lagi muda, rambutnya memutih, namun sorot matanya tetap tajam. Suaranya lantang dan penuh keyakinan menyeruak di antara barisan hadirin. Hari itu, ia menghadapi perdebatan sengit dengan sang jaksa penuntut umum yang berupaya mengusirnya dari sidang. Sang jaksa menuduhnya bukan advokat yang sah, hanya karena ia tergabung dalam organisasi advokat yang dianggap tidak sesuai dengan hukum.
Dengan marah, pembela tua itu menghentakkan tangannya di meja. Suara gebrakan tersebut bergema, mengundang keheningan seketika. Ia menantang, “Puluhan tahun saya berkiprah sebagai pengacara. Kalau Saudara meragukan saya, ayo kita keluar dari ruang ini, tanpa atribut, tanpa tanda profesi. Kita jalan di trotoar, temui orang-orang, dan tanya siapa yang lebih mereka kenali, Saudara sebagai jaksa atau saya sebagai pembela.”
Senyum kecut muncul di wajah sang jaksa. Sang pembela jelas bukan lawan biasa—ia adalah legenda di dunia pembelaan. Hakim pun memutuskan untuk mengakhiri perdebatan itu. Status sang pembela sebagai advokat yang sah tak lagi dipertanyakan; ia berhak untuk berada di ruang itu, membela kliennya.
Kisah diatas, dituturkan salah seorang senior kepada saya.
***
Rabu, 23 September 2015. Hari itu, Adnan Buyung Nasution, sang advokat senior legendaris itu berpulang. Ia meninggal dunia pada usia 81 tahun, menutup lembaran hidupnya yang penuh perjuangan dengan tenang. Kamis pagi berikutnya, tubuhnya dibaringkan dalam keabadian, sementara kenangan dan kisah-kisahnya tetap hidup di hati para penerusnya.
Almarhum dikenal sebagai mentor sejati bagi para pembela publik, sosok yang bukan sekadar senior, melainkan "MAHA MENTOR." Banyak pembela publik yang merasa terinspirasi oleh sepak-terjangnya meski tak pernah langsung dibimbing olehnya. Ia adalah simbol perlawanan bagi yang tertindas, pembela bagi yang tak bersuara, dan bahkan gayanya yang khas dalam berpenampilan menjadi panutan bagi para juniornya.
Ia sosok pengayom para juniornya, bahkan kepada para junior yang kadang berdiri sebagai lawannya di ruang sidang. Dalam setiap langkahnya, ada wibawa yang membuatnya dihormati, namun juga kelembutan yang membuatnya dicintai. Ketika seorang juniornya (Aktivis Munir) wafat dalam perjalanan ke Belanda, ia tak hanya marah, tetapi juga merasa kehilangan. Padahal, mereka pernah berselisih dalam kasus pelanggaran HAM yang melibatkan nama-nama besar di militer. Tapi baginya, urusan prinsip selalu lebih besar daripada sekadar perbedaan pendapat.
Almarhum juga adalah seorang idealis yang gigih namun demokrat sejati. Tahun 2003, ketika Undang-Undang Advokat tengah dibahas, ia termasuk yang paling keras menolak lulusan fakultas syariah menjadi advokat. Namun, perdebatan panjang dengan seorang pejabat Kementerian Hukum dan HAM berhasil mengubah pandangannya. Setelah UU disahkan, ia bahkan membuka pintu LBH yang ia dirikan bagi lulusan fakultas syariah untuk magang dan berkiprah.
Namun hidupnya tak lepas dari kontroversi. Kebijakan-kebijakannya di LBH kerap menimbulkan gesekan. Protes dari para junior, ketidakpuasan yang membuncah, bahkan hingga terbentuknya Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) pada 1996 adalah saksi dari perselisihan yang mewarnai hidupnya. Tapi baginya, hidup adalah panggung bagi perbedaan dan kontroversi adalah sunnatullah yang tak bisa dihindari.
Kini, ia telah tiada. Almarhum meninggalkan warisan berharga: semangat membela keadilan bagi kaum miskin dan tertindas. Bagi kita yang muda, sosoknya adalah teladan abadi dalam memperjuangkan hak asasi dan membela keadilan di negeri ini.
Selamat jalan, Abang... Semoga perjuanganmu menjadi bekal dalam pertemuanmu dengan Sang Maha Adil.
***
“Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan…”
“Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang…”
“Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya…”
“Kita adalah manusia merdeka…”
“Dalam MATI-nya kita semua adalah manusia terbebas…”
(Gie)
Minggu, 06 September 2015
Kala Pembela Menantang Nalar Jurist: Kisah di Balik Ruang Sidang

Langganan:
Postingan (Atom)