Selasa, 28 Mei 2019

Saya dan Gas Air Mata....

KPAI mengungkapkan fakta bahwa keterlibatan anak2 dlm aksi rusuh di Bawaslu pada 22 Mei 2019 lalu, disebabkan karena diarahkan oleh guru ngajinya…

Jika itu benar… Pertanyaan sy, sampai sejauhmana rasa gelisah dan khawatir pada diri sang guru ngaji ketika tahu anak didiknya berada di tengah kerusuhan massa atas arahannya…? Dimana segala resiko marabahaya sangat mungkin terjadi menimpa anak didiknya.

Apakah sang guru ngaji juga mengalami kegelisahan yang sama seperti yang sy alami di tahun 1998?

Ketika saya bersama teman-teman mengajak dan membawa 100-an massa aksi mahasiswa dari IAIN Jakarta utk ikut dalam aksi gerakan mahasiswa pada 12 November 1998 yang berujung bentrokan (chaos) di Fly Over Slipi, yang di kemudian hari dikenal dengan peristiwa “Tragedi Semanggi I”.

Jika rasa gelisah itu ada, apa kiranya yang dilakukan sang guru ngaji lakukan utk “membunuh” rasa gelisahnya? Apakah dia akan segalau dan sesibuk saya dan teman2 saya spt pada tragedi di fly over slipi itu..? Entahlah…

***
Setelah kejadian aksi rusuh di Bawaslu, melambungkan ingatan saya pada catatan lama di hari tanggal 12 November 1998, yang masih rapih tersimpan dalam rak buku. Ada 3 lembar halaman, isinya daftar 60 nama teman-teman mahasiswa dari Ciputat yang ikut dalam aksi besar menolak sidang istimewa yang berujung pada bentrokan hebat antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Sisanya lebih dari 50 orang lagi tidak tercatat…

Catatan ini mengingatkan diri ketika baru pertama kali mengalami demonstrasi yang berujung pada chaos besar, dimana saat itu gelisah dan galau dengan nasib teman-teman yang ikut dalam aksi tersebut. Sangat khawatir dengan kondisi teman apabila ikut terluka dalam aksi tersebut. Alhamdulillah, semua teman Ciputat yang ikut aksi pada hari itu tidak ada yang mengalami luka berat…

***
Kamis 12 November 1998, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta menggelar aksi  menolak Sidang Istimewa MPR dengan sasaran aksi menuju gedung DPR/MPR. Sampai pukul 19.00 wib, sedikitnya ada 2 titik konsentrasi utama aksi mahasiswa. 1 titik di Semanggi jalan Sudirman. 1 titik lagi di fly over Slipi.

Hari itu, sekitar jam 1 siang, saya bersama teman-teman mengorganisir mahasiswa IAIN Jakarta (kini UIN) utk ikut dalam aksi hari itu. Berangkatlah sekitar 3 bus, dengan membawa massa aksi sekitar 100-an orang, bergerak ke arah Cawang untuk bergabung dengan mahasiswa dari kampus lainnya.

Dari cawang, massa aksi mahasiswa konvoi dengan puluhan bus kecil dan besar menuju DPR dengan rute memutar, dari cawang masuk tol lingkar dalam ke arah Ancol – grogol – dan berakhir di fly over Slipi, karena di hadang barikade aparat keamanan.

Ketika jam 9an malam, aksi mahasiswa di titik fly over slipi dibubarkan paksa aparat polisi dan TNI. Gas air mata ditembakkan. Suara senapan menyalak bersahutan. Water Cannon menembakkan air ke arah mobil komando. Saya lihat seorang teman yg saya kenal mental jatuh dari atas mobil komando dihantam air dari mobil water cannon. Massa di barisan depan buyar mundur ke arah barisan belakang.

Sementara itu, saya dan bersama para mahasiswa IAIN sedang berada di barisan belakang tengah menyantap makan malam. Melihat massa di barisan depan buyar terpukul mundur, saya mengajak teman-teman saya utk segera mundur…

Tp saya tidak ikut mundur dan tetap bertahan untuk hanya ingin memastikan teman-teman sy yang berangkat dr Ciputat tidak ada yang tercecer…

Sampai akhirnya saya tidak menyadari bahwa di titik saya berdiri ternyata sudah menjadi barisan paling terdepan yg berhadapan dengan barisan aparat. Dan menyadarkan saya utk segera ikut mundur. Tapi sayang, saya telat mundur. Sehingga sekeliling saya sudah bukan lg massa mahasiswa. Tubuh saya dihantam pukulan. Tendangan dan pukulan tongkat kayu dengan berbagai jurus menyasar setiap bagian tubuh. Fokus saya hanya mengamankan bagian kepala dengan tas punggung, sambil terus berlari menyusul ke arah rute massa mundur, yaitu menuju pasar palmerah.

Alhamdulillah tak ada luka yang berarti….

Akhirnya massa mahasiswa yang mundur berkumpul di kampus Widuri yang berada di Jalan Palmerah. Disana saya mencari dan mengumpulkan teman2 dari CIputat. Bersama teman-teman lain berusaha untuk saling memastikan dan mengecek bahwa seluruh anggota yang berangkat dari Ciputat aman dan selamat….

Saya mengeluarkan dan membuka buku agenda kuliah saya yg hari itu saya bawa2 di tas pungung… lalu mulai mencatat satu persatu nama-nama teman yang ikut… dari 100-an mahasiswa yang berangkat dari kampus ciputat tidak semua saya kenal namanya, tetapi saya kenal wajahnya… saya interview satu persatu teman yang saya kenal… dengan pertanyaan standar..

“Siapa saja teman kita yang ikut dari ciputat, tp sekarang gak keliatan?”

Setelah nama tersusun, kemudian mulai mengkroscek keberadaan teman-teman yang blm terlihat. Andaikata hp android dan whatsapp sudah ada saat itu, mungkin gak sulit untuk mengeceknya… Sayang, tak ada teknologi komunikasi yg bisa membantu saat itu. Saya baru pegang hp di bulan April tahun 2000.

Kala proses mengkroscek nasib teman-teman, dibayangi  rasa kuatir yang amat dalam. Karena isu yang beredar banyak jatuh korban jiwa dalam aksi hari itu.

Aksi chaos 12 November 1998, merupakan aksi chaos besar yang baru saya alami sepanjang tahun 1998. Pertama kali menghirup gas air mata, saat aksi di UMJ Cirendeu sekitar bulan april, saat itu chaos di dekat pintu STIE Ahmad Dahlan. Lalu aksi chaos di kampus IAIN sekitar awal bulan Mei. Setelah 21 Mei, kemudian baru ketemu gas air mata lagi pada aksi 12 November 1998.

***
Aksi chaos 12 November 1998 bukan aksi terakhir yg saya ikuti.. Sampai tahun 2001, saya masih mengalami aksi-aksi yang akhirnya berujung pada muntahnya gas air mata…

Aksi chaos menghasilkan segala impact dinamikanya. Setelah lulus S1 pada 2004, sy menekuni dunia advokasi hukum, khususnya advokasi di daerah konflik. Saya pernah di Aceh, ke Papua, dan ke Ambon. Pengalaman advokasi di daerah konflik aceh dan papua, telah mengubah cara pandang saya terhadap aksi kekerasan…

Ketika saya menulis “duh asrama Brimob dibakar” pada wall fesbuk saya, ada komentar teman yg terkesan menilai status saya lebay… seolah menilai saya sbg sosok yang tidak konsisten dgn karakter saya yg dahulu saat msh mahasiswa, yang sering bercumbu dengan aksi-aksi chaos…

Tidak kawan, insyaallah saya tetap akan istiqamah utk percaya bahwa perubahan tetap ada di jalan, tapi saya tidak akan mengimani jalan kekerasan sbg cara utk membumikan cita-cita..

1 komentar: