Setiap Muslim, mungkin tanpa terkecuali, pernah mendengar tentang tragedi di Karbala. Suatu padang tandus yang berubah menjadi saksi pengorbanan, tempat di mana cucu Rasulullah, Sayyidina Husain, syahid dengan cara yang tak terbayangkan. Namun, ada nama yang mungkin luput dari pengetahuan kebanyakan kita, khususnya di kalangan Sunni: Mukhtar Tsaqafi, tokoh yang muncul di panggung sejarah Islam usai Karbala, membawa kisah balas dendam yang membara.
Nama Mukhtar Tsaqafi mungkin tak banyak dikenal dalam literatur Sunni. Bagi saya sendiri, Mukhtar adalah sosok asing. Namanya yang tidak pernah saya jumpai dalam lembaran sejarah yang saya pernah saya baca. Setelah mencari, ternyata sumber-sumber berbahasa Indonesia tentang sosok ini memang sangat terbatas, mungkin karena Mukhtar lebih banyak dikenang di kalangan Syiah. Di sinilah, di tengah kesunyian referensi, saya 'berkenalan' dengan sosoknya, sebuah perkenalan yang datang secara tak terduga.
Seperti kebiasaan saya pada setiap Ramadhan, khususnya di Ramadhan tahun 2015 / 1436 H, saya mencari bacaan dan tontonan untuk memperkaya wawasan agama, dari fiqh, tauhid, hingga sejarah politik Islam. Hasrat itu membawa saya pada kisah Karbala. Tragedi yang mengguncang dunia Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad.
Melalui youtube, saya menyimak ulasan tentang kisah peristiwa karbala, mulai dari versi habib Riziek FPI dan sampai versi Kyai Said Aqil Siradj (Ketum PBNU). Saat itulah, di antara narasi-narasi video yang saya temukan, nama Mukhtar Tsaqafi muncul, disebut sebagai pemimpin pemberontakan di Kuffah yang menuntut balas atas darah Sayyidina Husain yang tumpah di Karbala.
Selanjutnya di salah satu channel Youtube, saya menemukan video berjudul “Film Perang Karbala: Riwayat Mukhtar.” Film ini diproduksi di Iran dan menggunakan bahasa Persi, yang didukung dengan subtitel bahasa Indonesia. Walau awalnya saya skeptis, khawatir akan ada propaganda Syiah dibaliknya, namun karena rasa penasaran ingin tahu saya lebih besar, akhirnya saya putuskan untuk menontonnya terlebih dahulu hingga tuntas.
Episode demi episode film tersebut saya tonton, hingga sampai ke episode 37, tapi saya tidak sanggup meneruskan menonton hingga episode 38 dan 39. Kisah ini menyentuh terlalu dalam emosi saya, karena menghadirkan alur yang tak hanya sekadar sejarah tetapi juga pergolakan batin dan politik.
Mukhtar Tsaqafi: Sang Pembalas
Di film itu, Mukhtar tampil sebagai sosok yang dibalut kemarahan dan semangat keadilan, seorang pria yang diasingkan dan dipenjara saat tragedi Karbala terjadi. Begitu bebas, kemarahannya terhadap para pelaku pembantaian Sayyidina Husain tak bisa dibendung. Mukhtar mengumpulkan para pengikutnya dan, dengan langkah penuh strategi, memburu satu per satu orang yang bertanggung jawab atas kematian Husain. Ia tidak hanya berhasil membalaskan dendam atas nama cucu Nabi, tapi juga merebut kota Kuffah dari kendali Bani Umayyah.
Namun kekuasaan Mukhtar tak bertahan lama. Perlawanan dari Bani Zubair yang berpusat di Mekkah berhasil meruntuhkan perjuangannya. Tapi, apa yang menarik dari kisah ini bukan hanya soal balas dendam atau kekuasaan, melainkan bagaimana konflik-konflik dalam sejarah Islam ternyata sering didorong oleh kepentingan-kepentingan politik, hingga mengorbankan rasa persaudaraan dan keadilan.
Film ini menyajikan bagaimana agama, yang seharusnya menjadi penopang persatuan, bisa terjebak dalam lingkaran kekuasaan. Mukhtar sendiri menentang keras kaum Khawarij, kelompok yang dikenal ekstrem dalam menghukumi seseorang sebagai kafir. Di tengah perbedaan ini, Mukhtar bukan hanya tokoh yang membawa senjata tetapi juga seorang pemimpin yang memahami bahwa melawan ketidakadilan membutuhkan lebih dari sekadar tekad; butuh kecerdikan dan strategi.
Ada adegan yang memukul nurani, saat pasukan Bani Umayyah membombardir Ka’bah di Mekkah, tempat suci yang seharusnya menjadi lambang persatuan umat. Di tengah kebakaran yang melalap Ka’bah, sebagian berusaha memadamkan api, sementara sebagian lainnya justru tak peduli, dan justtru berharap kebakaran itu bisa dijadikan alat propaganda untuk menyalahkan musuh-musuh mereka. Ironi ini terasa pahit, tapi memberikan pesan mendalam tentang betapa agama bisa saja terpinggirkan oleh ambisi manusia.
Akhirnya, kekhawatiran saya akan propaganda Syiah di film ini pupus. Bisa jadi fakta sejarah yang disajikan dalam film ini masih bisa diperdebatkan. Namun saya melihat dan menilai bahwa film ini membuka mata, mengajak kita untuk lebih dalam memahami sejarah politik Islam, bukan sekadar sebagai pelajaran masa lalu, tetapi sebagai cermin agar kita lebih bijaksana menghadapi keberagaman pandangan dalam Islam. Sejarah dalam perkembangan Islam menunjukkan bahwa perpecahan sering kali bukan soal teologi atau kepercayaan semata, melainkan karena ambisi kekuasaan yang menyelubungi ajaran agama.
Mempelajari kisah Mukhtar Tsaqafi ini menjadi pelajaran, bukan hanya soal dendam dan balas budi, tetapi tentang keberanian menegakkan keadilan. Bagi saya, Mukhtar adalah simbol bagaimana kita harus berpihak pada nilai keadilan tanpa takut pada risiko, meski terkadang itu membuat kita berdiri sendirian di tengah padang yang sunyi.
Tangsel, 8 Syawal 1436 H
Wallahu a'lam bish-shawab
- IF -
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKeselamatan untuk umat mosslem
BalasHapusAmieen
mohon izin membagikan, terima kasih
BalasHapusUlasan yang menarik. Tokoh Mukhtar ats Tsaqafy merupakan tokoh "kontroversial" (bisa menimbulkan pro atau kontra). Sebagian ulama Sunni menyatakan bahwa Mukhtar merupakan pendusta (sekelas Musailamah al Kadzab). Ulama Syiah mengatakan bahwa Mukhtar adalah pejuang, mujahid yang setia mengikuti dan membela ahlul bait Rasulullah Muhammad. Mukhtar pernah terlibat dalam perang Jamal di pihak Imam Ali.
BalasHapusMana di antara kedua versi tersebut yang benar?
Wallahu a'lam.
Coba baca riwayat Ibnu Jarir at-Tabari. Justru mukhtar tsaqafi ini lah yg mendesak pamanya yaitu saad bin masud yg saat itu sebagai gubernur madain untuk menyerahkan hasan, kemudian ia di hardik pamanya. Coba baca kitab Tarikh al-Umam wal Muluk, disitu jelas di perlihatkan bahwa muhtar hanya mencari legitimasi untuk menguasai kufah lewat cerita bahwa dia seolah menerima wahyu, dan menggunakan alasan atas pembunuhan husein untuk mendapatkan kekuasaan. Dia sendiri memanfatkan kematian husein untuk tujuan politik.
HapusHal itu di buktikan dgn tindakan mukhtar tsaqafi yg memilih menyerang wali nagari yg di tunjuk zubair dari pada menyerang kubu umayah lebih dahulu. Padahal kubu umayahlah yg membunuh husain. Dan fakta bahwa mukhtar dulunya adalah bawahan zubair, namun ia cemburu karna zubair menunjuk orang lain sbg wali kufah & bukan dirinya, sehingga muhtar melengserkan gubernur yg ditunjuk zubair itu. Pada awalnya muhtar menyebut ia akan mengangkat muhamad al hanafiyah (saudara husein) sbg kalifah, tapi ternyata pernyataan itu bohong. Karna ia sendirilah yg menjadi penguasa kufah dari sejak nemimpin hingga akhir pemberontakanya
HapusSudah sejak nenek moyang. Agama ditunggangi oleh kepentingan politik dan kekuasaan semata.
BalasHapusSaya jga berfikir sama dengan antum
BalasHapusFilm ini menambah wawasan kita akan sejarah Islam pd masa itu, terlepas dr benar atau salah nya wallahu'alam, namun banyak sekali hikmah yg terkandung dlm film Mukhtar, semoga kita semua muslim tidak mudah terprovokasi oleh para perusak agama