Dina tak pernah menyangka, pernikahannya dengan Dani yang penuh kebahagiaan akan berujung di pengadilan agama. Suaminya yang penuh kasih kini berada di sisi yang berseberangan, membawa sebuah permohonan izin poligami yang begitu menyesakkan hatinya. Dani, yang pernah berjanji setia, kini bersikeras untuk menikah lagi dengan alasan bahwa ia ingin menambah keturunan.
Setelah malam-malam panjang penuh isak tangis, Dina memutuskan untuk melawan. Ia tidak ingin diam dan menyerah. Bukan karena ia tidak ingin suaminya bahagia, melainkan karena ia merasa tidak ada alasan yang cukup kuat untuk Dani mengambil langkah poligami. Ia yakin bahwa pernikahan mereka masih dapat dipertahankan dengan baik. Dengan penuh tekad, Dina pun menunjuk seorang pengacara dari Kantor Advokat Irfan Fahmi & Rekan (IFR), untuk mendampinginya di pengadilan.
Pada sidang pertama, pengacara Dina, Pak Irfan, membawakan argumen yang kuat di depan majelis hakim. Ia memaparkan dasar hukum permohonan izin poligami dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur bahwa poligami tidak bisa dilakukan sembarangan.
"Yang Mulia," ucap Pak Irfan tegas, "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur dengan jelas tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk poligami. Pasal 4 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa seorang suami yang ingin beristri lebih dari satu harus mendapat izin dari pengadilan. Namun, untuk itu, ia harus mampu membuktikan bahwa ia memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 5."
Dani tampak gugup, sementara Dina mendengarkan dengan penuh perhatian.
Pak Irfan melanjutkan, "Dalam Pasal 5 ayat (1) UU Perkawinan dan Pasal 57 KHI, terdapat tiga syarat utama yang harus dipenuhi sebelum seorang suami diizinkan berpoligami. Pertama, adanya persetujuan dari istri sebelumnya. Kedua, adanya jaminan bahwa suami mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Ketiga, suami harus mampu memberikan jaminan kemampuan finansial untuk menanggung istri-istri dan anak-anak mereka. Dengan kata lain, poligami diizinkan dalam situasi yang sangat terbatas dan memerlukan bukti yang jelas."
Hakim pun menatap Dani dan bertanya, "Apakah Saudara memiliki bukti yang dapat menunjukkan bahwa Anda memenuhi ketiga syarat ini?"
Dani menundukkan kepala. Ia tahu bahwa Dina tidak pernah memberikan persetujuan atas keinginannya untuk menikah lagi. Dina, yang telah mendampinginya sejak awal, merasa bahwa ia telah memberikan semua yang ia bisa dalam rumah tangga mereka. Ia tidak melihat alasan untuk mengizinkan Dani menikah lagi.
Pak Irfan kemudian menjelaskan syarat-syarat poligami lebih lanjut, "Yang Mulia, dalam KHI Pasal 58, dinyatakan bahwa alasan bagi seorang suami untuk berpoligami harus memenuhi kriteria tertentu, seperti ketidakmampuan istri dalam menjalankan kewajiban sebagai istri, istri tidak dapat memberikan keturunan, atau adanya penyakit yang tidak dapat disembuhkan pada istri. Namun, semua alasan ini harus dibuktikan dengan jelas di pengadilan."
Dina merasa semakin yakin. Ia tidak memiliki kondisi kesehatan yang menghalangi, dan ia selalu memenuhi kewajibannya sebagai istri. Ia telah memberikan yang terbaik dalam pernikahan mereka.
Pada sidang berikutnya, Pak Irfan memberikan pembelaan terakhirnya, "Yang Mulia, klien saya, Dina, tidak pernah menyetujui permohonan poligami ini. Selain itu, berdasarkan pengakuan dari pihak suami sendiri, ia tidak memiliki alasan yang jelas dan kuat untuk berpoligami. Klien saya merasa tercederai oleh permohonan ini dan berharap bahwa keadilan dapat ditegakkan."
Hakim kemudian memberikan putusan setelah menimbang semua bukti dan keterangan yang disampaikan. "Permohonan izin poligami ini ditolak. Pengadilan berpendapat bahwa Saudara Dani tidak mampu membuktikan terpenuhinya syarat-syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Tidak ada alasan kuat dan bukti yang jelas yang mendukung permohonan ini."
Dina merasa lega, meskipun hatinya masih perih. Ia menyadari bahwa cinta dan kesetiaan dalam pernikahan membutuhkan perjuangan. Namun, kali ini ia berhasil mempertahankan haknya dengan dukungan hukum yang jelas dan adil.
Setelah sidang usai, Dina mengucapkan terima kasih kepada Pak Irfan. "Terima kasih, Pak. Saya merasa dihargai dan dilindungi oleh hukum yang saya pelajari selama ini, tapi baru kali ini saya rasakan kebenarannya."
Pak Irfan tersenyum, "Hukum ada untuk melindungi kita, Bu Dina. Semoga ini menjadi pembelajaran yang berarti. Percayalah, Anda telah melakukan yang terbaik untuk mempertahankan rumah tangga Anda, dengan cara yang benar."
Dina pulang dengan hati yang lega. Meskipun kisahnya tidak berakhir sempurna, ia tahu bahwa ia telah memperjuangkan haknya dengan cara yang benar.
-----------
Cerpen fiksi ini ditulis berdasarkan kisah nyata atas berbagai pengalaman penulis menangani berbagai kasus hukum keluarga di pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar