Selasa, 16 Juni 2015

Belajar Lima Tahun Menjadi Ayah

Sore tadi, saya duduk menyimak berita, wajah polos seorang anak perempuan tersaji di layar kaca, "Angeline." Kasus ini menyayat, menebar kesedihan, seolah mengoyak hati banyak orang. Bagi para ayah yang memiliki anak perempuan seusianya, kisah Angeline adalah pengingat yang menggugah naluri, meronta di dada; Angeline bukan sekadar cerita pilu, ia adalah perwujudan ketakutan terdalam para ayah. Bahwa cinta, ternyata, tak cukup hanya dengan rasa sayang, tetapi juga penuh waspada.

Senin, 30 Maret 2015

Kericuhan Munas II Peradi


Saya termasuk orang yang prihatin dengan situasi Munas II PERADI di Makassar, yang akhirnya ditunda pada 27 Maret 2015. Berdasarkan berita-berita yang saya dapat di berita online, di antaranya di situs berita Detik dan Kompas tersiar kabar berita mengenai peristiwa-peristiwa seperti berikut: 
  1. Munas PERADI II yang seyogyanya diselenggarakan pada tanggal 26-28 Maret 2015, ditunda pelaksanaannya oleh Ketua Umum DPN PERADI, Otto Hasibuan (OH). Hal itu didasarkan pengumuman yang disampaikan oleh HB di ruang sidang arena Munas II PERADI di Hotel Carliston, Makassar. 

Minggu, 29 Maret 2015

Sebaik-baik Manusia

Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan seru sekalian alam, yang telah memberikan kita banyak nikmat yang sudah sepatutnya kita syukuri. Nikmat sehat, nikmat hidup, nikmat beragama, nikmat bersahabat, nikmat keluarga (anak & isteri), nikmat berbangsa dan bertanah-air yang satu, Indonesia, serta nikmat-nikmat lainnya yang tak terhitung jumlahnya.

Hal lain yang tak terlupakan adalah nikmat menulis dan bersilaturahmi melalui sebuah blog.

Ya, menulis di blog menurut saya erat kaitannya dengan silaturahmi. Karena itulah dampak yang nyata bagi seorang blogger. Dengan menulis, kita akan berbagi pengalaman, informasi dan gagasan dengan orang lain, apalagi jika hal itu dapat memberikan manfaat nyata yang positif bagi banyak orang. Sehingga akhirnya terjalin suatu hubungan silaturahmi, antara penulis dengan pembacanya, dan atau penulis dengan sesama penulis.

Sabtu, 27 September 2008

Menjegal Politik Di Hulu

Beberapa minggu terakhir ini, untuk kesekian kali publik disuguhkan polemik antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sikap Kejagung yang enggan menindaklanjuti hasil laporan penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan dalam kasus Penculikan Aktivis dan Orang Hilang, menjadi muara masalah. Alasannya, harus ada dulu Pengadilan HAM Ad Hoc oleh Keputusan Presiden (Kepres), baru penyidikan bisa berjalan. Pasal 43 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menjadi rujukan Kejagung. Polemik ini menggulirkan pro-kontra di tengah publik. Kalangan aktivis HAM angkat suara. Mengecam sikap Kejagung. Pemerintah tak mau ketinggalan. Juru Bicara Presiden dan Menteri Sekretaris Negara, ikut berkomentar. Nadanya sama. Diplomatis nan merisaukan.

Penggusuran Di Pedongkelan

Kasus penggusuran di Pedongkelan memperlihatkan bahwa kebijakan negara masih belum berpihak pada rakyat kecil. Sebaliknya, berpihak pada kepentingan modal. Kondisi ini semakin memperjelas tentang kondisi hukum kita yang mencitrakan politik pasar. Di mana pemenuhan keadilan hukum warga negara disandarkan pada daya beli. Semakin rendah ekonomi masyakat, maka semakin keadilan hukum jauh untuk dinikmati. Ini terjadi pada fenomena kasus Pedongkelan dan banyak kasus-kasus lainnya yang serupa.