Senin, 01 Maret 2021

Selamat Jalan Bang Imam

Hari ini, tepat empat puluh hari sejak kepergian Bang Imam, sosok pengacara tangguh di Banda Aceh, yang bukan hanya menjadi mentor magang saya, tetapi juga membimbing langkah pertama saya di dunia para pembela.

Kala itu, April 2004, hanya sebulan sejak saya mulai magang di PBHI, sebuah panggilan tugas membawa saya ke Banda Aceh. Saat itu, Bang Imam tengah sibuk mengadvokasi korban konflik di bawah ancaman senjata yang siap menyalak kapan saja. Seminggu sebelum status Aceh berganti dari "Darurat Militer" ke "Darurat Sipil," saya tiba, dan Bang Imam menjemput saya di bandara. Perjalanan dari bandara menjadi kelas pertama saya tentang Aceh, tentang bagaimana memahami dan menyikapi situasi yang mencekam itu.

Minggu, 05 Juli 2020

Cerpen: Surat Tugas yang Tertahan

Pada suatu siang yang mendung, Pak Dul, seorang dosen pembimbing skripsi yang juga pengacara, sedang duduk di ruang kerjanya ketika ponselnya berbunyi. Di layar muncul pesan dari Shopia, mahasiswa bimbingannya yang tengah bergelut dengan skripsi.

[11:08] Shopia: Assalamualaikum, Bapak. Mohon maaf, saya sudah ketemu Kaprodi untuk meminta tandatangan surat tugas penunjukkan Bapak sebagai pembimbing skripsi saya, tapi beliau bilang harus Bapak yang langsung datang menghadap Kaprodi. Bagaimana, Pak, baiknya?

Selasa, 28 Mei 2019

Saya dan Gas Air Mata....

KPAI mengungkapkan fakta bahwa keterlibatan anak2 dlm aksi rusuh di Bawaslu pada 22 Mei 2019 lalu, disebabkan karena diarahkan oleh guru ngajinya…

Jika itu benar… Pertanyaan sy, sampai sejauhmana rasa gelisah dan khawatir pada diri sang guru ngaji ketika tahu anak didiknya berada di tengah kerusuhan massa atas arahannya…? Dimana segala resiko marabahaya sangat mungkin terjadi menimpa anak didiknya.

Sabtu, 16 Maret 2019

Peran Advokat Menyelesaikan Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan

------------------------
Alkisah seorang advokat senior yang sudah malang melintang 30 tahun menjalankan praktik advokat, pergi berlibur ke negeri paman sam selama 3 bulan. Selama pergi berlibur, sang advokat senior menunjuk anaknya yang juga seorang advokat untuk memimpin dan mengurus kantor advokatnya agar tetap berjalan normal seperti biasa. Ketika sang advokat senior pulang berlibur, sang anak pun melaporkan segala hal yang terjadi saat ayahnya pergi berlibur.

“Ayah, ananda mau lapor… sepertinya ayah harus bangga sama ananda. Karena kasus sengketa antara perusahaan A dengan perusahaan B sudah berhasil ananda damaikan, padahal kasus itu sudah hampir 15 tahun tak kunjung selesai ayah tangani,” demikian sang anak melapor. Sang ayah kaget bukan kepalang. “Aduh nak... Karena kasus itu kamu bisa kuliah di luar negeri. Karena kasus itu ayah bisa libur 3 bulan di negeri paman sam,” kata sang ayah dengan muram.

Selasa, 09 Agustus 2016

Belajar Menjaga Kehormatan Advokat dari Peternak Lele

Pagi itu, Senin 8 Agustus 2016, ketika matahari baru saja mulai merayap di ufuk timur, aku menyusuri jalan sempit menuju rumah seorang teman lama. Dahulu, ia seorang seniman, seorang penyair yang selalu membawa aroma mimpi-mimpi besar dalam setiap pertemuan. Kini, ia hidup dari kolam-kolam lele, menggantikan kanvas dan pena dengan air keruh dan benih ikan.

Aku datang dengan sedikit perasaan bersalah, karena absen di pesta pernikahannya. Ia menyambutku dengan senyum lebar, seolah waktu tak pernah membelah kita. Di depan secangkir kopi panas, obrolan hangat mengalir, mengurai berbagai pertanyaan yang sejak lama kusimpan tentang pilihannya beralih profesi. Di sudut pikiranku, ada sedikit rasa heran: seorang seniman menjadi peternak lele? Apa yang mendorongnya?