Senin, 07 September 2015

Menulis Tesis (Semestinya) Mudah dan Menyenangkan

Di penghujung Agustus 2015, tanpa sorak sorai, genap sudah satu dekade semester masa studi pascasarjana saya lalui. Menelurkan ‘kitab’ bernama 'tesis' hasil penelitian yang akhirnya ‘dihalalkan’ oleh para penguji. Sungguh, rasa syukur tak terperi, tapi bukan tanpa jejak tempaan: perjalanan panjang, stres, marah, bahkan getir kecewa, bak embun dingin yang selalu membuntuti langkah.

Setiap hari rasanya seperti dikejar bayangan tugas, tenggat, dan harapan-harapan yang kerap terlalu tinggi. Sesederhana impian untuk segera menggantung toga magister dan melihat orang-orang terdekat tersenyum bangga. Namun, realitas dunia kerja, dan situasi kampus yang kadang ‘tak bersahabat’, memperpanjang jalan cerita hingga lima semester lebih dari waktu ideal.

Minggu, 06 September 2015

Mencari Panggung Politik

Peristiwa FZ dan SN (pimpinan parlemen) dalam kampanye presiden di luar negeri sulit untuk dibaca secara polos dan lurus-lurus saja. Wajar banyak orang bertanya mengenai motif atas peristiwa itu.

Hal sama mengingatkan pada kisah seorang pembela tukang sate, ketika ia heran dan bertanya, mengapa stafnya FZ begitu ngotot meneleponnya agar mau bersama-sama dengan FZ untuk menjemput 'tukang sate' pulang pada hari Senin tanggal 3 Nop 2014. Padahal Sabtunya RI 1 sudah menjamin tukang sate bakal "dipulangkan".... ;) 

Kala Pembela Menantang Nalar Jurist: Kisah di Balik Ruang Sidang

Di ruang sidang yang tenang, seringkali ketegangan terselip di antara dialog formal yang mendebarkan antara Pembela dan Jurist. Di sini, sang Pembela kerap harus bermain di antara dua peran: menjadi penegak keadilan dan penjaga marwah profesi. Dalam atmosfer serius dan berdebat, ada momen di mana logika dan nurani Pembela diuji, ketika nalar Jurist seakan berlari jauh dari apa yang disebut “kewajaran hukum.”

Sabtu, 05 September 2015

Ketika Hakim Menutup Hak Tergugat Ajukan Bantahan

Dalam dunia pembelaan oleh pengacara di dalam ruang sidang, aksi 'walk out' bukanlah pemandangan baru. Terutama ketika pembela menghadapi perkara-perkara publik. Bagi seorang pembela, terkadang langkah keluar dari persidangan adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan ketidaksetujuan yang tegas, yang tak akan tersampaikan lewat kata-kata saja. Beberapa waktu lalu, seorang pembela melakukan aksi tersebut, bukan karena ia menyerah, melainkan sebagai tanda protes. Protes atas logika hukum dari sang jurist yang menurutnya pincang, karena mengaburkan hak-hak dasar seorang tergugat.

Jumat, 24 Juli 2015

Belajar Memahami Sejarah Konflik Umat Islam dari Film Mukhtar Tsaqafi

Setiap Muslim, mungkin tanpa terkecuali, pernah mendengar tentang tragedi di Karbala. Suatu padang tandus yang berubah menjadi saksi pengorbanan, tempat di mana cucu Rasulullah, Sayyidina Husain, syahid dengan cara yang tak terbayangkan. Namun, ada nama yang mungkin luput dari pengetahuan kebanyakan kita, khususnya di kalangan Sunni: Mukhtar Tsaqafi, tokoh yang muncul di panggung sejarah Islam usai Karbala, membawa kisah balas dendam yang membara.

Nama Mukhtar Tsaqafi mungkin tak banyak dikenal dalam literatur Sunni. Bagi saya sendiri, Mukhtar adalah sosok asing. Namanya yang tidak pernah saya jumpai dalam lembaran sejarah yang saya pernah saya baca. Setelah mencari, ternyata sumber-sumber berbahasa Indonesia tentang sosok ini memang sangat terbatas, mungkin karena Mukhtar lebih banyak dikenang di kalangan Syiah. Di sinilah, di tengah kesunyian referensi, saya 'berkenalan' dengan sosoknya, sebuah perkenalan yang datang secara tak terduga.