Selasa, 28 Mei 2019

Saya dan Gas Air Mata....

KPAI mengungkapkan fakta bahwa keterlibatan anak2 dlm aksi rusuh di Bawaslu pada 22 Mei 2019 lalu, disebabkan karena diarahkan oleh guru ngajinya…

Jika itu benar… Pertanyaan sy, sampai sejauhmana rasa gelisah dan khawatir pada diri sang guru ngaji ketika tahu anak didiknya berada di tengah kerusuhan massa atas arahannya…? Dimana segala resiko marabahaya sangat mungkin terjadi menimpa anak didiknya.

Sabtu, 16 Maret 2019

Peran Advokat Menyelesaikan Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan

------------------------
Alkisah seorang advokat senior yang sudah malang melintang 30 tahun menjalankan praktik advokat, pergi berlibur ke negeri paman sam selama 3 bulan. Selama pergi berlibur, sang advokat senior menunjuk anaknya yang juga seorang advokat untuk memimpin dan mengurus kantor advokatnya agar tetap berjalan normal seperti biasa. Ketika sang advokat senior pulang berlibur, sang anak pun melaporkan segala hal yang terjadi saat ayahnya pergi berlibur.

“Ayah, ananda mau lapor… sepertinya ayah harus bangga sama ananda. Karena kasus sengketa antara perusahaan A dengan perusahaan B sudah berhasil ananda damaikan, padahal kasus itu sudah hampir 15 tahun tak kunjung selesai ayah tangani,” demikian sang anak melapor. Sang ayah kaget bukan kepalang. “Aduh nak... Karena kasus itu kamu bisa kuliah di luar negeri. Karena kasus itu ayah bisa libur 3 bulan di negeri paman sam,” kata sang ayah dengan muram.

Selasa, 09 Agustus 2016

Belajar Menjaga Kehormatan Advokat dari Peternak Lele

Pagi itu, Senin 8 Agustus 2016, ketika matahari baru saja mulai merayap di ufuk timur, aku menyusuri jalan sempit menuju rumah seorang teman lama. Dahulu, ia seorang seniman, seorang penyair yang selalu membawa aroma mimpi-mimpi besar dalam setiap pertemuan. Kini, ia hidup dari kolam-kolam lele, menggantikan kanvas dan pena dengan air keruh dan benih ikan.

Aku datang dengan sedikit perasaan bersalah, karena absen di pesta pernikahannya. Ia menyambutku dengan senyum lebar, seolah waktu tak pernah membelah kita. Di depan secangkir kopi panas, obrolan hangat mengalir, mengurai berbagai pertanyaan yang sejak lama kusimpan tentang pilihannya beralih profesi. Di sudut pikiranku, ada sedikit rasa heran: seorang seniman menjadi peternak lele? Apa yang mendorongnya?

Silaturahmi, Rumus Nikmati Hak Atas Hidup


Bulan Agustus, merupakan bulan yg akan menggenapkan sy menikmati hak atas hidup, yg hingga hr ini diberikan Tuhan secara sempurna, alias sehat wal afiat...

Merajut silaturahmi, adalah salah satu jalan mensyukuri hak atas hidup... sehingga hak atas hidup mestinya bisa digunakan dgn kualitas dan memberi manfaat utk memajukan peradaban manusia...

Silaturahmi kemarin sore (7-8-2016) kali ini adalah dgn PMII...

Kamis, 24 September 2015

Selamat Jalan Maha Mentor Para Pembela



Di ruang sidang yang penuh hiruk-pikuk, seorang pembela sepuh berdiri dengan tegap. Usianya tak lagi muda, rambutnya memutih, namun sorot matanya tetap tajam. Suaranya lantang dan penuh keyakinan menyeruak di antara barisan hadirin. Hari itu, ia menghadapi perdebatan sengit dengan sang jaksa penuntut umum yang berupaya mengusirnya dari sidang. Sang jaksa menuduhnya bukan advokat yang sah, hanya karena ia tergabung dalam organisasi advokat yang dianggap tidak sesuai dengan hukum.

Dengan marah, pembela tua itu menghentakkan tangannya di meja. Suara gebrakan tersebut bergema, mengundang keheningan seketika. Ia menantang, “Puluhan tahun saya berkiprah sebagai pengacara. Kalau Saudara meragukan saya, ayo kita keluar dari ruang ini, tanpa atribut, tanpa tanda profesi. Kita jalan di trotoar, temui orang-orang, dan tanya siapa yang lebih mereka kenali, Saudara sebagai jaksa atau saya sebagai pembela.”

Senyum kecut muncul di wajah sang jaksa. Sang pembela jelas bukan lawan biasa—ia adalah legenda di dunia pembelaan. Hakim pun memutuskan untuk mengakhiri perdebatan itu. Status sang pembela sebagai advokat yang sah tak lagi dipertanyakan; ia berhak untuk berada di ruang itu, membela kliennya. 

Kisah diatas, dituturkan salah seorang senior kepada saya.

***
Rabu, 23 September 2015. Hari itu, Adnan Buyung Nasution, sang advokat senior legendaris itu berpulang. Ia meninggal dunia pada usia 81 tahun, menutup lembaran hidupnya yang penuh perjuangan dengan tenang. Kamis pagi berikutnya, tubuhnya dibaringkan dalam keabadian, sementara kenangan dan kisah-kisahnya tetap hidup di hati para penerusnya.

Almarhum dikenal sebagai mentor sejati bagi para pembela publik, sosok yang bukan sekadar senior, melainkan "MAHA MENTOR." Banyak pembela publik yang merasa terinspirasi oleh sepak-terjangnya meski tak pernah langsung dibimbing olehnya. Ia adalah simbol perlawanan bagi yang tertindas, pembela bagi yang tak bersuara, dan bahkan gayanya yang khas dalam berpenampilan menjadi panutan bagi para juniornya.

Ia sosok pengayom para juniornya, bahkan kepada para junior yang kadang berdiri sebagai lawannya di ruang sidang. Dalam setiap langkahnya, ada wibawa yang membuatnya dihormati, namun juga kelembutan yang membuatnya dicintai. Ketika seorang juniornya (Aktivis Munir) wafat dalam perjalanan ke Belanda, ia tak hanya marah, tetapi juga merasa kehilangan. Padahal, mereka pernah berselisih dalam kasus pelanggaran HAM yang melibatkan nama-nama besar di militer. Tapi baginya, urusan prinsip selalu lebih besar daripada sekadar perbedaan pendapat.

Almarhum juga adalah seorang idealis yang gigih namun demokrat sejati. Tahun 2003, ketika Undang-Undang Advokat tengah dibahas, ia termasuk yang paling keras menolak lulusan fakultas syariah menjadi advokat. Namun, perdebatan panjang dengan seorang pejabat Kementerian Hukum dan HAM berhasil mengubah pandangannya. Setelah UU disahkan, ia bahkan membuka pintu LBH yang ia dirikan bagi lulusan fakultas syariah untuk magang dan berkiprah.

Namun hidupnya tak lepas dari kontroversi. Kebijakan-kebijakannya di LBH kerap menimbulkan gesekan. Protes dari para junior, ketidakpuasan yang membuncah, bahkan hingga terbentuknya Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) pada 1996 adalah saksi dari perselisihan yang mewarnai hidupnya. Tapi baginya, hidup adalah panggung bagi perbedaan dan kontroversi adalah sunnatullah yang tak bisa dihindari.

Kini, ia telah tiada. Almarhum meninggalkan warisan berharga: semangat membela keadilan bagi kaum miskin dan tertindas. Bagi kita yang muda, sosoknya adalah teladan abadi dalam memperjuangkan hak asasi dan membela keadilan di negeri ini.

Selamat jalan, Abang... Semoga perjuanganmu menjadi bekal dalam pertemuanmu dengan Sang Maha Adil.

***
“Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan…”
“Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang…”
“Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya…” 
“Kita adalah manusia merdeka…”
“Dalam MATI-nya kita semua adalah manusia terbebas…”
(Gie)